Sebelumnya telah dikatakan bahwa struktur jasmani atau jasad bukan dipersiapkan untuk membentuk tingkah laku tersendiri, melainkan sebagai wadah atau tempat singgah struktur ruh. Struktur jasmanai sendiri tidak akan mampu membentuk suatu tingkah laku lahiriah apalagi tingakah laku batiniah. Struktur jasmani memilki daya dan energi yang membangkitkan proses fisiknya. Energi ini lazim disebut sebagai daya hidup (al-hayah). Daya ini kendatipun sifatnya abstrak, tetapi ia belum mampu menggerakkkan suatu tingkah laku. Suatu tingkah laku dapat terwujud apabila struktur jasmani telah ditempati struktur ruh.
Manusia dalam kansepsi kepribadian Islam merupakan makhluk mulia yang memiliki struktur kompleks. Banyak di antara psikolog kepribadian barat, khususnya aliran behavioristik, kurang memperhatikan substansi jiwa manusia. Manusia hanya dipandang dari sudut jasmaniah saja yang mengakibatkan penelitian yang dilakukan seputar masalah lahiriah. Mereka banyak melakukan eksperimen terhadap tingkah laku binatang dan hasilnya digunakan untuk memotret tingkah laku manusia. Teori tingkah laku binatang disamakan dengan teori tingkah laku manusia. padahal struktur kepribadian manusia selain struktur jasmaniah juga terdapat struktur ruh yang mana keduanya merupakan subsatansi yang menyatu dalam struktur nafsani. Oleh karena itu, pemahaman kepribadian manusia tidak hanya tertumpu pada struktur jasmani melainkan harus juga meliputi struktur ruh.
Lebih jauh konsep yang berkembang dari psikologi pada umumnya menafikan hal yang berbau metafisik, transendental, dan spiritualitas. Ruh dikatakan sebagai tempat bersemayamnya spiritualitas (fitrah) yang mengarah pada sesuatu yang transenden untuk merepresentasikan sifat-sifat Tuhan dengan potensi luhur batin melalui proses aktualisasi yang dimotori oleh amanah atau pancaran Ilahi. Inilah yang menjadi motivasi tingkah laku manusia.
Manusia adalah mandataris Allah di dunia yang dituntut untuk berkepribadian baik sesuai dengan amanah yang dititipkan padanya. Ruh membutuhkan agama dan eksistensinya sangat tergantung pada kualitas keberagamaannya. Keberadaan agama dalam kepribadian Islam memiliki peran penting yang terdiri dari imaniyah-ilahiyah (berupa rukun iman), ubudiyah-ilahiyah (rukun islam), mu’amalah-ilahiyah (aktivitas keseharian yang dilandasi nilai keimanan), dan mu’amalah insaniyah (aktifitas keseharian yang dilandasi nilai-nilai kemanusiaan). Pertama dan kedua merupakan kepribadian ilahiyah, sedangkan ketiga dan keempat merupakan kepribadian insaniyah. Dari pertama sampai ketiga seluruh perilaku manusia dinilai sebagai ibadah yang merupakan aktualisasi dari ajaran agama. Inilah yang disebut sebagai kepribadian Islam.
Perpaduan struktur jasmani dan ruhani selanjutnya diwadahi oleh struktur nafsani yang di dalamnya terdapat potensi baik dan buruk. Sebagaimana dikatakan di atas, struktur ini memilki tiga komponen, nafsu, akal dan kalbu. Komponen-komponen tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam pembentukan kepribadian.interaksi ketiga system nafsani ini berjalan menurut dua alternativf. Pertama, menurut Ibnu Miskawaih interaksi daya jiwa berjalan menurut hokum harmonisasi antara berbagai system yang berpusat pada fakultas berpikir. Keutamaan berpikir adalah kerarifan, keutamaan ghadab adalah berani dan keutamaan syahwat adalah iffah. Dengan begitu ghadab dan syahwat bukanlah potensi yang buruk. Baik buruknya sangat tergantung pada interaksi yang harmonis dengan fakultas berpikir. Kedua, menurut Ghazali dan Ibnu Arabi interaksi daya-daya nafsani berjalan menurut hokum dominasi. Masing-masing daya ini, jalbu naturnya baik, nafsu naturnya buruk, dan akal naturnya baik dan buruk. Kesemua daya ini berpusat pada kalbu. egitu unik cara kerja sistem-sistem ini, sehingga salah satu komponennya berkemungkinan untuk mendominasi komponen lainnya. Cara kerja yang demikian itu terjadi apabila kepribadian telah berbentuk actual bukan potensial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar